Samarinda, Kaltimetam.id – Indonesia, dikenal sebagai negara maritim, memiliki laut yang membentang luas di sekitar pulau-pulunya. Lautan ini bukan hanya sumber keindahan eksotis, tetapi juga sumber daya vital bagi penduduknya. Salah satunya adalah Kalimantan Timur, di mana laut menjadi sebuah tambang emas bagi para nelayan tradisional.
Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur, produksi perikanan di Benua Etam mencapai rata-rata 150 ton per tahun, dengan nilai ekonomi mencapai 3,5 triliun. Sektor kelautan dan perikanan ini tidak hanya menjadi penggerak ekonomi, tetapi juga kontributor utama terhadap ketahanan gizi dan pangan.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, masalah serius datang dalam bentuk praktek Destructive Fishing (DF) atau penangkapan ikan secara ilegal yang merusak ekosistem laut. Praktek-praktek seperti pengeboman, penggunaan bahan kimia, bahan peledak, dan setrum menjadi ancaman serius bagi kelompok nelayan tradisional di Kabupaten Berau.
Pemerintah berada di bawah tekanan untuk mengambil langkah-langkah tegas dalam mengatasi masalah ini yang berdampak pada kehidupan nelayan tradisional. Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur, M. Udin, menggarisbawahi pentingnya menangani praktek Destructive Fishing yang merusak sumber daya ikan dan lingkungan.
Kelompok Nelayan Marlin, yang beroperasi di Balikukup, Kecamatan Batu Putih, Berau, telah mengirimkan surat terbuka kepada pemerintah. Surat ini berisi keluhan tentang penggunaan bahan kimia, bahan peledak, setrum, dan alat tangkap merusak lingkungan laut. Marlin merupakan kelompok nelayan tradisional yang selama ini menggunakan metode tangkap ikan ramah lingkungan seperti pancing dan rawai. Mereka berbeda dari nelayan kompresor yang menggunakan peralatan yang merusak sumber daya laut.
“Surat ini berisi keluhan tentang penangkapan ikan menggunakan bahan kimia, bahan peledak, setrum, dan alat tangkap yang merusak lingkungan,” ungkap Udin.
Aktivitas Destructive Fishing ini telah menyebabkan kerusakan pada terumbu karang yang sangat penting bagi kehidupan laut. Kelompok nelayan tradisional di Kabupaten Berau merasa terancam, dan jika praktek ini tidak dihentikan, akan berdampak pada ekonomi mereka, kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga, dan biaya pendidikan anak-anak.
M. Udin berharap pemerintah provinsi dapat segera mengambil tindakan tanpa perlu berkoordinasi dengan aparat lokal yang dianggap tidak terpercaya oleh kelompok nelayan. Langkah ini diharapkan dapat melindungi lingkungan laut dan mata pencaharian kelompok nelayan tradisional di Kalimantan Timur.
Praktek Destructive Fishing menjadi tantangan serius dalam menjaga keberlanjutan sumber daya laut Indonesia. Langkah-langkah tegas dan kolaborasi antara pemerintah, kelompok nelayan, dan masyarakat sangat diperlukan untuk melindungi kekayaan laut yang tak ternilai ini.
“Permintaan ini disampaikan sebagai langkah meminta untuk melindungi lingkungan laut dan mata pencaharian kelompok nelayan tradisional di Kaltim,” tandasnya. (Adv/DPRDKaltim/ALW)
Dapatkan informasi terbaru dan terkini di Instagram @Kaltimetam.id